Gapura Metamesta Klasik |
Cerah berawan, dengan suhu 34°, surakarta 12 maret 2023, malam kelam kemarin menyisakan cerita manis, yang tak akan surut dan tererosi.
Dua hari lalu, saya mengunjung bilik literasi yang dipunyai oleh pak bandung mawardi, berada di colomadu, karanganyar, sesampainya disana, saya kagum dengan buku lawas hingga terbaru yang dipunyai, kecintaan terhadap buku beliau tidak perlu dipertanyalan lagi, sangat luar biasa, dengan dikelilingi ribuan jilid buku. Ada apa mas datang kesini? Tanya beliau setelah membukaan pintu gebyoknya, dan mempersilahkan masuk.
Jawab saya dengan dibarengi masuk kedalam rumah joglo beliau “Assalamualaikum, ajeng cari-cari buku pak”. Silakan disini mas, nama sampean siapa, dari mana? Tanya pak bandung, “kulo cahyo pak, dari sukoharjo gayam, hehehe” jawabku.
Bilik Literasi karanganyar colomadu |
Dari tampak pelataran, rumah beliau kental dengan tampilan khas joglo, dengan dikelilingi oleh bangunan-bangunan bergaya modern, juga saat itu didepan rumah beliau ramai anak-anak bermain, terlihat autentik rasa-rasanya seperti orang tua yang berilmu merawat keilmuannya ditengah anak-anak muda generasi baru.
Tidak lekang dengan waktu, rayap, kropos, rumah beliau terlihat luas, kokoh dan terjaga dengan suasana dalam hening, sunyi dengan dikelilingi banyak tumpukan buku-buku. Datang kemari tahu dari siapa? Tanya pak bandung, “Lihat story whatsApp teman saya, kelihatan menarik, banyak buku lawas gitu kelihatanya pak” sahutku, dibarengi rasa penasaran sekeliling ruangan berisi tumpukan buku, hingga saya tidak melihat wajah pak bandung saat menjawabnya, sampai-sampai lupa sosok wajah beliau sekarang ini, hehehe, agak pekewuh, ya gimana karena eye catching tumpukan buku, heuheee.
Lanjut saya merespon dengan melanjutkan sahutan tersebut dengan pertanyaan inti yaitu keinginan saya yang mengebu-gebu ingin berjibaku dengan tumpukan buku, “maaf pak, apa boleh cari-cari sama lihat-lihat bukunya pak? dengan jelas pak bandung menjawab “silakan mas” dengan cepat imbuh saya “enggih terima kasih pak”
Buku pertama yang saya ambil yaitu majalah natgeo, kemudian tempo, selanjutnya sastra pariwisata, tasawuf, dan banyak lagi, hingga gagasan-gagasan saya meronta-ronta minta dipaksa dituangkan yaitu menulis cerita dengan pendekatan semua ilmu geografi, yap benar, membuat pendekatan komunikasi geografi, jadi output hasil akhirnya menyampaikan dan memberikan tulisan berupa buku mengenai ilmu geografi dapat dipahami, dicerna dengan mudah juga semenarik mungkin, sangat utopis untuk saya lakukan, hehehe, tapi, semoga bisa tercapai mungkin butuh waktu yang panjang.
Singkat cerita sudah kuputuskan dua buku yang saya jadikan koleksi tambahan yaitu teori kritis sekolah frankfurt penerbit gramedia dan tasawuf dari ircisod dan akhirnya hanya yang pertama yang bisa saya bawa, karena beberapa buku tidak bisa dibeli dengan alasan hanya satu rangkap saja sehingga tidak dijual.
Setelah membeli buku pak bandung membuka obrolan menarik terkait bapak geografi indonesia, menceritakan kemasyuran di bidang ilmunya, yang digunakan sampai saat ini sangat perlu disiplin ilmu.
Jelas sekali, ilmu yang kupunyai masih sangat dasar dan belum ada apa-apanya, saya belum pernah membaca buku-buku yang dijelaskan mas bandung, dari hal tersebut malah saya jadikan referensi baru buku-bukunya untuk menambah wawasan baru terkait ilmu geografi, karena memang perlu beberapa disiplin ilmu, sehingga dapat tahu.
Sampai-sampai saya menceritakan akan kesadaran saya akan pentingnya ilmu geografi, baru-baru tahun kemarin, begini, maksud saya bila di analogikan geografi itu seperti gerbangnya ilmu pengetahuan, mengerti itu disaat saya mengikuti diskusi di suluk surakarta dahulu, dengan seorang yang jurusanya kesehatan, dimana beliau menjelaskan akan esensi keilmuan geografi di zaman dahulu.
Malah dijelaskan dengan seoseorang yang latar belakangnya bukan jurusan yang linier, tapi keterangnya sesuai fakta yang saya pelajari di sekolah. Yah begitu kadang malah banyak diluar sana seseorang menyukai bidang lainya sehingga lebih vokal dan mengerti, hehehe.
Sampai begitu lama, saya tidak menyadari kebodohan dan bahwa saya tidak merespons dengan cepat. Saya akan berusaha untuk memperbaiki hal ini agar dapat lebih efektif.